BAB I
PENDAHULUAN
Obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa perlu
terus dilestariakan dan dikembangkan untuk menunjang pembangunan kesehatan
sekaligus untuk meningkatkan perekonomian rakyat. Produksi, dan penggunaan obat
tradisional di Indonesia memperlihatkan kecendrungan terus meningkat, baik
jenis maupun volumenya. Perkembangan ini telah mendorong pertumbuhan usaha di
bidang obat tradisional, mulai dari usaha budidaya tanaman obat, usaha industri
obat tradisional, penjaja dan penyeduh obat tradisional atau jamu. Bersamaan
itu upaya pemanfaatan obat tradisional dalam pelayanan kesehatan formal juga
terus digalakkan melalui berbagai kegiatan uji klinik kearah pengembangan fito
farmaka (Ditjen POM, 1999).
Meningkatkan produksi, peredaran dan penggunaan obat
tradisional, di sisi lain dicemari oleh beredarnya obat tradisional yang tidak
terdaftar, obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat atau mengandung
bahan-bahan berbahaya lainnya serta obat tradisional yang tidak memenuhi
persyaratan mutu. Peredaran dan penggunaan obat tradisional seperti ini selain sangat membahayakan kesehatan/jiwa
konsumen juga merusak citra obat tradisional secara keseluruhan.
Guna melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan obat
tradisional yang tidak terdaftar atau tidak memenuhi syarat, ditempuh berbagai
langkah strategis, antara lain penyebaran informasi yang cukup kepada
masyarakat dan pengusaha, termasuk informasi mengenai peraturan
perundangan-undangan yang berlaku di bidang obat tradisional (Ditjen POM, 1999).
Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan
alam yang jenis dan sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk menjamin
mutu obat tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih
memperhatikan proses produksi dan penanganan bahan baku.
BAB
II
PEMBAHASAN
Jamu dan obat tradisional, sampai saat ini belum dikembangkan secara optimal.
Produksi jamu dan obat-obatan tradisional lebih banyak diproduksi oleh home industry. Hanya sebagian kecil
jamu dan obat-obatan tradisional yang diproduksi secara masal melalui industri
jamu dan obat tradisional di pabrik-pabrik. Untuk meningkatkan kualitas, mutu,
dan produk jamu serta obat-obatan yang dihasilkan oleh masyarakat kita,
diperlukan kerjasama seluruh pihak yang terkait. Kerjasama itu dimaksudkan agar
jamu dan obat tradisional yang dihasilkan dapat bersaing, baik di pasar
regional maupun global.
Beredarnya jamu dan obat-obatan yang tidak terdaftar di Badan Pengawasan Obat dan
Makanan, akan merugikan konsumen. Di samping itu, secara ekonomi, beredarnya
obat-obatan seperti itu justru akan merusak citra obat tradisional. Citra yang
rusak akhirnya akan memukul produksi dan pemasaran obat-obatan tradisional, di
dalam maupun di luar negeri. Pemerintah, terus berupaya melakukan pengawasan
demi meningkatkan keamanan, mutu, dan manfaat obat tradisional. Hal ini dilakukan agar masyarakat
terlindung dari obat tradisional yang dapat menimbulkan efek yang tidak
diinginkan.
A.
Penyiapan
Bahan Baku
Setiap bahan baku yang digunakan untuk pembuatan
hendaklah memenuhi persyaratan yang berlaku.
1. Pada saat penerimaan
terhadap setiap kiriman bahan baku hendaklah dilakukan pemeriksaan secara
organoleptik dan laboratoris.
2. Setiap bahan baku
yang diterima hendaklah diberi label yang dapat memberi informasi mengenai nama
daerah dan nama latin, tanggal penerimaan, dan pemasok.
3.
Semua pemasukan,
pengeluaran dan sisa bahan baku hendaklah dicatat dalam kartu atau buku
persediaan yang meliputi nama, tanggal penerimaan atau pengeluaran, serta nama
dan alamat pemasok.
4.
Setiap simplisia
sebelum digunakan hendaklah dilakukan
sortasi untuk membebaskan dari bahan asing dan kotoran lain.
5.
Setiap simplisia
sebelum digunakan hendaklah dicuci lebih dahulu dengan air bersih atau
dibersihkan dengan cara yang tepat sehingga diperoleh simplisia yang bersih,
dan terbebas dari mikroba patogen, kapang, khamir serta pencemar lainnya.
6.
Simplisia yang telah
dicuci hendaklah dikeringkan lebih dahulu dengan cara yang tepat sehingga tidak
terjadi perubahan mutu dan mencapai kadar air yang dipersyaratkan.
7.
Simplisia yang sudah
bersih serta kering dan bahan baku yang bukan simplisia yang telah lulus dari
pemeriksaan mutu bila tidak langsung digunakan hendaklah disimpan dalam wadah
tertutup dan diberi label yang menunjukkan status simplisia dan bahan baku
tersebut.
8.
Label sebagaimana
dimaksud pada butir 7 hanya boleh dipasang oleh petugas yang ditunjuk pimpinan
bagian pengawasan mutu dan warna label dibuat berbeda dengan label yang
digunakan pada 2.
9.
Pengeluaran simplisia
yang akan diolah dilakukan oleh petugas yang ditunjuk dengan cara mendahulukan
simplisia yang disimpan lebih awal (First
In, First Out), atau yang mempunyai batas kadaluwarsa lebih awal (First Expired, First Out).
10.
Semua bahan baku yang
tidak memenuhi syarat hendaklah ditandai dengan jelas, disimpan secara terpisah
menunggu tindak lanjut.
B.
Pengolahan
dan Pengemasan
Pengolahan dan pengemasan hendaklah dilaksanakan
dengan mengikuti cara yang telah ditetapkan oleh industri sehingga dapat
menjamin produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku.
1.
Verifikasi
1.1. Sebelum suatu
prosedur pengolahan induk diterapkan hendaklah dilakukan langkah-langkah untuk membuktikan
bahwa prosedur bersangkutan cocok untuk pelaksanaan kegiatan secara rutin, dan
bahwa proses yang telah ditetapkan dengan menggunakan bahan dan peralatan yang
telah ditentukan, akan senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi
yang telah ditentukan.
1.2. Setiap proses dan
peralatan hendaklah dilakukan tindakan pembuktian ulang secara periodik untuk
menjamin bahwa proses dan peralatan tersebut tetap menghasilkan produk yang
memenuhi persyaratan yang berlaku
2.
Pencemaran
2.1. Pencemaran fisik,
kimiawi atau jasad renik terhadap produk yang dapat merugikan kesehatan atau
mempengaruhi mutu suatu produk tidak boleh terjadi.
2.2. Pencemaran khamir,
kapang dan atau kuman non patogen terhadap produk meskipun sifat dan
tingkatannya tidak berpengaruh langsung pada kesehatan hendaklah dicegah
sekecil mungkin sampai dengan persyaratan batas yang berlaku.
3.
Sistem Penomoran Kode
Produksi
Sistem penomoran kode produksi hendaklah dapat
memastikan diketahuinya riwayat suatu bets atau lot secara lengkap. Dengan
diketahuinya asal usul produk jadi tersebut akan mempermudah tindak lanjut
pengawasannya.
3.1. Suatu sistem yang
menjabarkan cara penomoran kode produksi secara rinci diperlukan untuk
memastikanbahwa produk antara, produk ruahan dan produk jadi suatu bets dapat
dikenali dengan nomor kode produksi tertentu.
3.2. Sistem penomoran kode
produksi hendaklah dapat menjamin bahwa nomor kode produksi yang sama tidak
digunakan secara berulang.
3.3.
Pemberian nomor kode
produksi hendaklah segera dicatat dalam suatu buku catatan harian. Catatan
hendaklah mencakup tanggal pemberian nomor, identitas produk dan besarnya bets
yang bersangkutan.
3.4.
Penimbangan dan
Penyerahan
3.4.1.
Sebelum dilakukan
penimbangan atau pengukuran hendaklah dipastikan ketepatan timbangan dan ukuran
serta kebenaran bahan yang akan ditimbang.
3.4.2. Penimbangan,
perhitungan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk
ruahan hendaklah dicatat.
3.4.3. Untuk setiap
penimbangan atau pengukuran hendaklah dilakukan
pembuktian kebenaran, ketepatan identitas dan jumlah bahan yang
ditimbang atau diukur oleh dua petugas yang berbeda.
3.5.
Pengolahan
3.5.1. Sebelum melaksanakan
pengolahan hendaklah dilakukan pengecekan kondisi ruangan, peralatan, prosedur
pengolahan, bahan dan hal lain yang diperlukan dalam proses pengolahan.
3.5.2. Air yang digunakan
dalam proses pengolahan sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan air minum.
3.5.3.
Karyawan termasuk
pakaian yang digunakan harus bersih dan hendaklah mengenakan alat pelindung
yang sesuai (masker, sarung tangan, alas kaki, penutup kepala).
3.5.4.
Wadah dan penutup
yang dipakai untuk bahan yang akan diolah, untuk produk antara dan produk
ruahan, harus bersih, dengan sifat dan jenis yang tepat untuk melindungi produk
dan bahan terhadap pencemaran atau kerusakan.
3.5.5.
Semua wadah yang
berisi produk antara dan produk ruahan hendaklah diberi label secara tepat yang
menyatakan nama dan atau kode, jumlah, tahap pengolahannya dan nomor
kodeproduksi serta status bahan yang ada di dalamnya.
3.5.6.
Pengolahan beberapa
produk dalam waktu yang sama dalam satu ruangan hendaklah dihindari untuk
mencegah terjadinya pencemaran silang antar produk.
3.5.7.
Terhadap kegiatan
pengolahan yang memerlukan kondisi tertentu, hendaklah dilakukan pengawasan
yang seksama, misalnya pengaturan suhu, pengaturan tekanan uap, pengaturan
waktu dan atau pengaturan kelembaban.
3.5.8.
Pengawasan dalam
proses hendaklah dilakukan untuk mencegah hal-hal yang menyebabkan kerugian
terhadap produk jadi.
3.5.9.
Hasil pengawasan
dalam proses (in proces control) dari
produk antara dan produk ruahan setiap bets hendaklah dicatat dicocokkan
terhadap persyaratan yang berlaku. Bila ada penyimpangan yang berarti hendaklah
diambil perbaikan sebelum pengolahan bets tersebut dilanjutkan.
3.6.
Pengemasan
Sebelum dilakukan pengemasan hendaklah dapat
dipastikan kebenaran identitas, keutuhan serta mutu produk ruahan dan bahan
pengemas.
3.6.1.
Proses pengemasan
hendaklah dilaksanakan dengan pengawasan ketat untuk menjaga identitas dan
kualitas produk jadi.
3.6.2.
Hendaklah ada
prosedur tertulisuntuk kegiatan pengemasan. Semua kegiatan pengemasan hendaklah
dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan pengemas
yang tercantum pada prosedur pengemasan tersebut.
3.6.3.
Setiap penyerahan produk
ruahan dan pengemas hendaklah diperiksa dan diteliti kesesuaian satu sama lain.
3.6.4. Wadah yang akan
digunakan diserahkan ke bagian pengemasan hendaklah dalam keadaan bersih.
3.6.5.
Untuk memperkecil
terjadinya kesalahan dalam pengemasan, label dan barang cetak lain hendaklah
dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki perbedaan yang jelas antara satu
produk dengan produk yang lainnya.
3.6.6.
Produk yang bentuk
atau rupanya sama atau hampir sama, tidak boleh dikemas pada jalur
berdampingan, kecuali ada pemisahan fisik.
3.6.7. Wadah dan pembungkus
produk ruahan hendaklah diberi label atau penandaan yang menunjukkan identitas,
jumlah, nomor kode produksi dan status produk tersebut.
3.6.8.
Pengemas atau bahan
cetak yang berlebih, yang cacat dan atau yang ditemukan pada waktu pembersihan hendaklah
diserahkan pada pimpinan bagian pengemasan untuk dilakukan tindakan lebih
lanjut.
3.6.9.
Produk yang dikemas
hendaklah diperiksa dengan teliti untuk memastikan bahwa produk jadi tersebut
sesuai dengan persyaratan dalam prosedur pengemasan.
3.6.10.
Produk yang telah
selesai dikemas dikarantina, sambil menunggu persetujuan dari bagian pengawasan
mutu untuk tindakan lebih lanjut.
3.7.
Penyimpanan
3.7.1
Bahan baku, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, hendaklah disimpan
secara teratur dan rapi untuk mencegah risiko tercampur dan atau terjadinya
saling mencemari satu sama lain, serta untuk memudahkan pemeriksaan,
pengambilan dan pemeliharaannya.
3.7.2 Bahan yang disimpan
hendaklah diberi label atau penandaan yang menunjukan identitas, kondisi, jumlah,
mutu dan cara penyimpanannya.
3.7.3
Pengeluaran bahan
yang disimpan hendaklah dilaksanakan dengan cara mendahulukan bahan yang
disimpan lebih awal (first in, first out)
atau yang mempunyai batas kadaluwarsa lebih awal (first expired, first out).
C. Pengawasan
Mutu
Pengawasan
mutu merupakan bagian yang essensial dari cara pembuatan
obat tradisional yang baik. Rasa keterikatan dan tanggung jawab semua unsur
dalam semua rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk menghasilkan produk yang
bermutu mulai dari bahan awal sampaipada produk jadi. Untuk keperluan tersebut
bagian pengawasan mutu hendaklah merupakan bagian yang tersendiri.
D. Dokumentasi
Dokumentasi
pembuatan produk merupakan
bagian dari sistem
informasi manajemen yang meliputi spesifikasi, label/etiket, prosedur,
metoda dan instruksi, catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan
produk. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas
mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus
dilaksanakannya, sehingga memperkecil risiko terjadinya salah tafsir dan
kekeliruan yang biasanya timbul karenahanya mengandalkan komunikasi lisan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Proses produksi obat
tradisional haruslah mengikuti Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik
(CPOTB) yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
B.
Saran
Diharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI. 2005. Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik.
Jakarta.
Dirjen POM. 1999. Peraturan Perundang-Undangan Dibidang Obat Tradisonal. Departemen Kesehatan RI : Jakarta.